Kamis, 14 Mei 2009

pendidikan nonformal

1.Meningkatkan kemampuan pendidik pada pendidikan nonformal antara harapan dan kenyataan
Ditulis oleh Lilik Rahajoe L - PB BPPNFI Reg. IV
Selasa, 02 Desember 2008
Pendidik di dalam Pendidikan Nonformal merupakan ujung tombak dalam menyampaikan informasi tentang dunia Pendidikan Nonformal, perlu terus didorong meningkatkan kompetensi profesionalnya. Pendidik dalam Pendidikan Nonformal seperti Pamong Belajar dan Tutor merupakan orang yang mempunyai kemampuan di bidangnya, hanya tidak semua orang mempunyai kemampuan seni menyampaikan materi yang membuat peserta didik memperhatikan dan senang mengikuti proses kegiatan pembelajaran. Untuk membantu mengetahui apakah peserta didik senang mengikuti atau tidak proses pembelajaran yang telah disampaikan seorang pendidik, perlu ada bantuan pihak lain untuk melaksanakan kegiatan pengamatan (observer).
Pihak lain adalah teman sendiri atau orang lain yang diharapkan dapat memberikan masukan secara obyektif dan santun sehingga masukan bisa diterima dan tidak melukai pihak yang diberi masukan.
Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan informal Regional IV sebagai salah unit pelaksanaan teknis (UPT) pusat Ditjen PNFI saat ini sedang mengembangkan model pembelajaran untuk membantu pendidik mengetahui suasana peserta didik pada saat mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di BPPNFI Regional IV diberi nama Lesson Study.
Untuk melihat keunggulan lesson study di lingkungan nonformal, telah melaksanakan ujicoba, pertama di lingkungan keaksaraan dan kedua dilaksanakan di BPPNFI Regional IV dengan responden pamong belajar ( PB). Model ini sudah dikembangkan di dunia pendidikan formal Negara Jepang, beberapa tahun yang lalu. Begitu juga di Indonesia sudah dikembangkan sekitar 5 tahun lalu di lingkungan sekolah formal di beberapa daerah, seperti malang, bandung dan Jogjakarta, diberi nama Lesson Studi.
Lesson Study adalah sebuah proses pengembangan kompetensi profesional untuk para guru dikembangkan secara sistematis dalam sistem pendidikan di Jepang dengan tujuan utama menjadikan proses pembelajaran lebih baik dan efektif ( cerbin dan Kopp, 2006). Kunci di dalam kegiatan lesson study yaitu melibatkan para Pendidik dalam kelompok-kelompok kecil melakukan diskusi merencanakan proses belajar mengajar, melakukan observasi terhadap proses belajar mengajar dan melakukan diskusi untuk melakukan perbaikan dalam proses belajar mengajar berikutnya.
Di Negara Jepang, dengan dilaksanakan kegiatan lesson study banyak terjadi berubahan seperti siswa yang membolos menjadi nol, kenakalan di sekolah tidak ada, dan penguasaan materi siswa meningkat. Kegiatan lesson study menitik tekankan pada 3 hal seperti Diskusi sebelum, selama dan setelah proses belajar mengajar. Untuk kegiatan meningkatkan kompetensi pendidik dan melahirkan pengetahuan baru di dalam proses belajar mengajar.
Menurut Tim Lesson Study dari BPPNFI Regional IV, manfaat dari kegiatan lesson study adalah (1). Memicu munculnya motivasi untuk mengembangkan diri, (2). Melatih pendidik memahami peserta didik, (3). Menjadikan penelitian sebagai bagian intergral pendidikan, (4). Membantu penyebaran inovasi dan pendekatan baru, (5). Menempatkan para peserta didik pada posisi terhormat.
Kegiatan lesson study dapat dilaksanakan dengan baik, bila 1. Stabilitas pada kebijakan pendidikan, 2. Kurikulum yang memberi ruang untuk berkembang, 3. Budaya refleksi diri, dan 4. Budaya kerjasama.
Untuk memudahkan dalam melaksanakan kegiatan lesson study ada tahapan yang harus dilalui. Tahapan yang digunakan oleh Tim Lesson Study BPPNFI mengambil model dari Cerbin dan Kopp ( 2005), yaitu
1. Membentuk Tim
2. Menentukan tujuan belajar
3. Merencanakan Pembelajaran
4. Mengumpulkan Fakta
5. Menganalisis Fakta
6. Mengulangi Proses

Adapun penjelasan dari tahapan tersebut adalah: (1). Membentuk Tim, yang ideal antara 3 – 6 orang pendidik yang memiliki kepedulian mengajar yang sama, (2). Menentukan tujuan belajar peserta didik, (3). Merencanakan penelitian pendidikan. Pendidik mendesain pengajaran untuk mencapai tujuan belajar, dan mengantisipasi respon peserta didik, (4). Mengumpulkan fakta- fakta dari peserta didik pada saat pendidik melaksanakan pembelajaran. Pendidik yang lain melakukan kegiatan pengamatan, mengumpulkan fakta tentang kegiatan peserta didik, (5). Menganalisis fakta-fakta pada pembelajaran. Setelah melaksanakan pengamatan, maka tim yang ada berkumpul dan melakukan analisis hasil pengamatan, yang digunakan untuk pembelajaran berikutnya, (6). Proses diulangi.
Kegiatan lesson study ini juga sedang menjadi perbincangan (walau belum dipraktekkan) di beberapa penyelenggaraan program pendidikan kesetaran, utamanya Kejar Paket B dan Peket C, seperti pada Kelompok Belajar Bina Abdi Wiyata maupun di kelompok belajar PKBM Al-Kamil Surabaya.
Berdasarkan ujicoba yang dilaksanakan di BPPNFI Regional IV pada Pamong belajar masih terasa belum maksimal terkait budaya refleksi diri. Hal ini tentu juga akan terjadi pada pendidikan formal mengingat masyarakat masih belum biasa menerima masukan secara langsung,. Untuk itu dibutuhkan kerjasama semua pihak bila ingin kegiatan lesson study menjadi kebutuhan semua, baik pemegang kebijakan, pendidik dan peserta didik khususnya di lingkungan nonformal dimana peserta didiknya sangat heterogen.[]
*Penulis adalah Karyawan BPPNFI Regional IV. Surabaya.
Alumni IKIP Negeri Malang.

2. Peran Pendidikan Non Formal/Pendidikan Luar Sekolah di DKI JAKARTA
Pendidikan Nonformal yang merupakan pelengkap dan pengganti pendidikan formal telah banyak memberikan solusi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang menyangkut pendidikan maupun lainnya.

Pada program Pendidikan Keaksaraan Fungsional telah banyak dilakukan pemberantasan buta aksara bagi masyarakat yang buta aksara yang dipadukan dengan pendidikan keterampilan yang dapat digunakan untuk menambah penghasilan serta diadakannya Taman Bacaan Masyarakat (TBM) agar tidak buta aksara kembali.

Program Pendidikan Kesetaraan telah banyak membantu peserta didik yang putus SD, SMP, SMA dan yang kurang beruntung dalam hal pendidikannnya serta mereka yang tidak lulus Ujian Nasional dalam menyelesaikan pendidikannya pada setiap jenjang.

Program Life Skills telah banyak membantu mayarakat miskin dalam upaya meningkatkan penghasilan dan mengurangi pengangguran.

Hasil tersebut merupakan hasil kerjasama antara pemerintah dan masyarakat melalui satuan pendidikan Kelompok Belajar, Kursus dan Pelatihan, PKBM, serta Organisasi Mitra Pendidikan Nonformal lainnya.

Organisasi Mitra PNF tersebut : HIPKI, HISPPI, Tiara Kusuma, Harpi Melati, IPBI Kartini, Pancawati, Ikaboga, Ikatan Perangkai Bunga, Ikatan SPA, Himpri, Forum Penilik/Tutor/TLD, Pelangi, Katalya serta lainnya bahu membahu dalam memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada masyarakat.

Pimpinan organisasi mitra PNF telah sepakat untuk menjadikan Ibu Hj. Sri Hartati Fauzi Bowo sebagai pembinanya, dengan harapan pelayanan pendidikan nonformal di DKI Jakarta lebih meningkat kualitas dan kuantitasnya.

Hidup Pendidikan Nonformal/Pendidikan Luar Sekolah di Provinsi DKI Jakarta.

3. Sertifikasi Pamong Belajar, Kapan???
Posted by fauziep on Senin, Februari 9, 2009
Setiap saya bertemu kawan-kawan Pamong Belajar dari berbagai daerah dan kesempatan pertanyaan yang selalu muncul adalah kapan sertifikasi bagi pamong belajar dilakukan. Saya agak curiga bahwa pertanyaan itu tidak muncul dari kesadaran akan sikap untuk meningkatkan profesionalisme melainkan ada sepucuk harapan untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan berupa tunjangan profesi.
Namun demikian hal tersebut sebenarnya sah sah saja karena merupakan hak, dikatakan hak karena menurut undang-undang kedudukan pendidikan formal dan pendidikan nonformal diakui sama. Walaupun dari sisi kebijakan dan pandangan masyarakat serta praktek yang terjadi masih jauh panggang dari api. Saya katakan sah karena pamong belajar merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah, sementara kawan-kawan guru, sudah mulai menikmati tunjangan profesi (Walaupun dulu banyak guru yang skeptis akan cairnya tunjangan profesi). Maka wajar kemudian muncul pertanyaan kapan pamong belajar disertifikasi? Pertanyaan itu bukan muncul dari landasan berpikir agar pamong belajar diuji apakah memiliki kompetensi yang layak atau tidak. Tapi ya itu tadi muaranya adalah tunjangan profesi.
Manakala pertanyaan di atas muncul, maka saya selalu mengatakan bahwa sekarang ini belum bisa segera dilakukan proses sertifikasi. Kenapa? Karena pamong belajar sebagai salah satu pendidik sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 6 UU nomor 20 Tahun 2003 belum memiliki standar kualifikasi dan kompetensi yang jelas yang merupakan implementasi dari standar pendidik sebagaimana diatur dalam PP 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Sebagaimana guru, pintu masuk sertifikasi guru adalah adanya standar kualifikasi dan kompetensi guru. Lha, jangankan peraturan menteri (Mendiknas) standar kualifikasi dan kompetensi pamong belajar, dalam PP 19 tahun 2005 deskripsi dan kualifikasi umum pamong belajar tidak diatur. Padahal dalam PP itu secara umum diatur tentang tutor dan instruktur yang sama-sama berstatus sebagai pendidik pada pendidikan nonformal.
Sebenarnya pada saat ini draft final standar kualifikasi dan kompetensi pamong belajar sudah diselesaikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bersama tiga draft standar kualifikasi dan kompetensi untuk penilik, tutor dan instruktur. Keempat draft tersebut konon ceritanya sudah sampai meja Mendiknas, namun dengan pertimbangan tertentu belum ditandatangani oleh Mendiknas.
Maka, ketika saat ini di Sahid Jogja dilakukan pembahasan pedoman rintisan sertifikasi pendidik pendidikan nonformal, yang melihat isinya sebenarnya lebih tepat disebut sertifikasi pamong belajar, saya hanya tersenyum geli. Ya geli, karena buat apa disusun pedoman rintisan jika standar kualifikasi dan kompetensinya belum diteken Mendiknas? Apalagi draft pedoman belum mengacu pada draft final standar kualifikasi dan kompetensi yang sudah disusun oleh BSNP. Saya membaca draft yang ada masih sebatas prosedur sertifikasi, dan masih bersifat normatif. Walaupun prosedur itu sudah diatur secara umum dalam Permendiknas nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Pendidik.
Saya pikir langkah yang dilakukan pada pembahasan kali ini perlu kita beri apresiasi positif, namun demikian langkah yang lebih penting adalah bagaimana mendesak segera keluarnya standar kualifikasi dan kompetensi pamong belajar. Hal tersebut sebenarnya lebih merupakan ranah organisasi profesi: Forum Pamong Belajar Indonesia (FPBI). Jadi mari kita tunggu gerakan FPBI dalam menggolkan standar kualifikasi dan kompetensi pamong belajar sebagai pintu masuk sertifikasi bagi pamong belajar.

4. Pendidikan Non Formal Kesetaraan (PAKET) Nasibmu kini
Oleh syariefharyanto - 12 Maret 2009 -
Rakyat Indonesia sangat mengerti apa itu sekolah atau Pendidikan Formal (SD,SMP,SMA) akan tetapi kalau ditanya Pendidikan Nonformal pasti langsung menjawab Kursus atau Lembaga Pelatihan Ketrampilan. atau jika ada seorang melamar kerja dan membawa Ijazah PAKET (A,B ataupun C ) Kemungkinan besar akan gugur/tidak di terima.
Itulah kenyataan yang ada di masyarakat kita, walaupun Mendiknas sekarang sudah menginstruksikan semua lembaga pendidikan untuk tidak menolak ijazah Kesetaraan (Paket) tetapi di dunia kerja instruksi tersebut belum maksimal/mempan.
Kenyataan Dilapangan ( kota Balikpapan ) Pendidikan Kesetaraan banyak sekali “diminati” oleh warga belajar yang ingin langsung lulus/potong kompas. dengan membayar biaya yang telah di tetapkan oleh penyelenggara (3 bulan sebelum pelaksanaan ujian ) para peserta tersebut tinggal langsung ikut ujian (biasanya berkedok dengan belajar 1 minggu 3 kali)
Walaupun Rata-rata kelulusan tiap tahun naik tetapi di Balikpapan warga belajar bisa lulus mencapai 95% ( terjadi di PKBM - PKBM Balikpapan) kita Bandingkan dengan pendidikan Formal belajar selam 3 tahun dan setiap hari masih banyak yang tidak lulus saat mengikuti UN.
Para Stakeholder dalam hal ini Dinas Pendidikan maupun SKB telah banyak mensosialisasikan Proses Pembelajaran yang SEHAT akan tetapi para Stake holder seperti tidak berdaya menghadapi “Strategi” dari PKBM Di Balikpapan.
Untuk itu Perlu Peran serta dari semua pihak agar Proses Pembelajaran dapat berjalan sesuai rel dan kualitas pendidikan kita dapat teruji.

5. Pendidikan Luar Sekolah
Jum`at, 6 Februari 2009 22:40:42 - oleh : ronggo
Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS).
Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor ekonomi
Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah adalah mengerakan program pendidikan non formal tersebut, karena UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa pendidikan non formal akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan pendidikan non formal sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.
Dalam kerangka perluasan dan pemerataan PLS, secara bertahap dan bergukir akan terus ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan PLS, maka Rencana Strategis baik untuk tingkat propinsi maupun kabupaten kota, adalah :
1. Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini
2. Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B setara SLTP;
3. Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional;
4. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP), Program Pendidikan Orang tua (Parenting);
5. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus; dan
6. Memperkuat dan memandirikan PKBM yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah di Riau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar