Senin, 25 Mei 2009

pendidikan tinggi

Artikel 1
STRUKTUR PENDIDIKAN TINGGI

Bentuk Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dan dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
Akademi menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
Politeknik menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
Sekolah Tinggi menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu.
Institut menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian yang sejenis.
Universitas menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian tertentu.

Jalur Pendidikan
Struktur pendidikan tinggi di Indonesia terdiri dari 2 jalur pendidikan, yaitu pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya, dan lebih mengutamakan peningkatan mutu serta memperluas wawasan ilmu pengetahuan.
Pendidikan akademik diselenggarakan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Pendidikan profesional adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu, serta mengutamakan peningkatan kemampuan/ketrampilan kerja atau menekankan pada aplikasi ilmu dan teknologi. Pendidikan profesional ini diselenggarakan oleh akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Pendidikan akademik menghasilkan lulusan yang memperoleh gelar akademik dan diselenggarakan melalui program Sarjana (S1-Strata1) atau program Pasca Sarjana. Program pasca sarjana ini meliputi program Magister dan program Doktor (S2 dan S3).
Pendidikan jalur profesional menghasilkan lulusan yang memperoleh sebutan profesional yang diselenggarakan melalui program diploma (D1, D2, D3, D4) atau Spesialis (Sp1, Sp2).
Program pendidikan sarjana dan diploma merupakan program yang dipersiapkan bagi peserta didik untuk menjadi lulusan yang berbekal seperangkat kemampuan yang diperlukan untuk mengawali fungsi pada lingkungan kerja, tanpa harus melalui masa penyesuaian terlalu lama.
Program pendidikan pasca sarjana S2 (Magister), S3 (Doktor), dan Spesialis (Sp1, Sp2) merupakan program khusus yang dipersiapkan untuk kegiatan yang bersifat mandiri. Pendidikan S2 dan S3 lebih menekankan pada penelitian yang mengacu pada kegiatan inovasi, penelitian dan pengembangan, Sedangkan pendidikan spesialis ditujukan untuk meningkatkan pelayanan bagi pemakai jasa dalam bidang yang bersifat spesifik.

Artikel 2
Upacara peringatan 89 Pendidikan Tinggi Teknik Indonesia
Sidang Terbuka ITB yang diwarnai dengan peluncuran 2 (dua) buku, yaitu Buku Kenangan dan Buku Sejarah. Buku Kenangan, berisi kisah-kisah yang dapat mengharu-birukan perasaan kita tentang perjuangan para pengabdi ITB yang pada tahun ini berkesempatan mencecap usia lima puluh kampus tercinta. Pengalaman pribadi dan berbagai ungkapan kecintaan pada ITB mudah-mudahan dapat menyentuh perasaan generasi penerusnya untuk terus berjuang melanjutkan tongkat estafet pengabdian yang telah ditancapkan sebelumnya. Setiap generasi mengalami konteks peristiwa dalam ruang dan waktu yang berbeda; namun tujuannya tetap sama yaitu kebersamaan untuk terus melangkah dalam harmoni semesta; In Harmonia Progressio!
Buku lain bertajuk PERGURUAN TINGGI MENJADI (½ Abad Waktu ITB)? ; merupakan kumpulan catatan sejarah tentang berbagai peristiwa menarik yang sebagian belum pernah dipublikasikan. Catatan ini tidak sekedar sebuah deskripsi, melainkan berupa tafsir sejarah. Masa lalu disikapi sebagai gumpalan makna - yang ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran dalam sivitas akademika ITB khususnya dan masyarakat pada umumnya -, bahwa betapa masa lampau itu sangat berarti untuk menunjukkan jalan ke masa depan.
Artikel 3
Perguruan Tinggi Siap Naikkan Biaya


BANDUNG, MINGGU -- Perguruan tinggi ditengarai kian sulit mengejar standar biaya ideal pelayanan pendidikan kepada mahasiswa. Apalagi, di tengah-tengah tingginya laju inflasi dan kenaikan harga bahan bakar minyak. Perguruan tinggi berancang-ancang melakukan penyesuaian biaya kuliah terhadap calon mahasiswa baru.
Di Universitas Padjadjaran, khusus calon mahasiswa baru tahun 2008/2009, akan diberlakukan penyesuaian biaya penyelenggaraan pendidikan (BPP). Penyesuaian terjadi baik pada sistem pembayaran maupun besarannya. Mulai t ahun depan, biaya SPP beserta praktikum akan digabungkan menjadi satu. Termasuk, biaya-biaya tambahan lainnya.
Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Ganjar Kurnia, dihubungi Minggu (25/5) mengatakan, besaran biaya BPP itu menjadi rata-rata Rp 2 juta per se mester. Di luar itu, mahasiswa baru juga wajib membayar biaya pengembangan Rp 4 juta yang dikenakan sekali saja. Dijelaskan Ganjar, penyesuaian ini untuk memudahkan sistem administrasi.
Namun, ia mengakui, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ada kenaikan plafon biaya pendidikan (tuition fee ) yang dibebankan ke calon mahasiswa. Rata-rata naiknya hanya Rp 250 ribu. Khusus untuk mahasiswa baru. Sebagai penyesuaian inflasi, ujarnya. Tahun sebelumnya, biaya kuliah mahasiswa rata-rata sebesar Rp 1, 5juta untu k eksakta dan Rp 1,350 juta untuk non-eksakta. Rinciannya, SPP sebesar Rp 600 ribu dan sisanya untuk praktikum.
Ia membantah, penyesuaian ini dipicu kenaikan harga BBM. Menurutnya, biaya SPP di Unpad terakhir kali naik 5 tahun lalu. "Jadi, wajar jika ada penyesuaian. Dulu, di tingkat fakultas kan, mahasiswa dibebani pungutan untuk kegiatan fakultas. Ke depan, ini tidak ada lagi. Semuanya jadi satu pintu. Biaya ospek (orientasi mahasiswa baru) juga tidak lagi dikenakan," paparnya.
Khusus mahasiswa lama, ucapnya, biaya tetap sama. Khusus jalur khusus (Seleksi Masuk Universitas Padjadjaran), ungkap Ketua SMUP Prof. Ponpon S. Idjradinata, tidak ada penyesuaian tarif. Biaya yang dipersyaratkan dalam seleksi ini tetap sama, yaitu Rp 175 juta untuk Program Kedokteran, Rp 15 juta Rp 16 juta untuk kelompok program eksakta lainnya, dan Rp 10 juta Rp 45 juta untuk kelompok non-eksakta.
Bebaskan SDPA
Penyesuaian biaya sebelumnya juga telah dilakukan Institut Teknologi Bandung. Di kampus ini, Biaya Penyelenggaraan Pendidikan Pokok (BPPP) tahun ajaran 2008 ini menjadi Rp 2,5 juta per semester. Atau, naik Rp 250 ribu dari tahun sebelumnya. Di luar itu, mahasiswa harus membayar biaya tambahan sebesar Rp 200 Rp 1 juta per semester sesuai prestasi akademik dan kemampua n mahasiswa. Namun, sebagai gantinya, di tahun ini pula, ITB membebaskan biaya SDPA (Sumbangan Dana Pengembangan Akademik (SDPA) pada lima program studi khusus, yaitu astronomi, meteorologi, oceanografi, kriya, dan seni rupa.
Sementara itu, Universitas Pendidikan Indonesia memilih untuk tidak menaikkan tuition fee tahun ini. Dijelaskan Koordinator Humas UPI Dutha Andika, biaya SPP UPI tetap sebesar Rp 900 ribu per semester, serupa dengan tiga tahun lalu. "Operasional UPI tidak mengandalkan SPP mahasiswa saja. Kami berupaya tidak ikut-ikutan latah akibat BBM naik," ujarnya. Menurutnya, ketentuan biaya ini sudah diputuskan Rektor.
Namun, sebelumnya, Rektor UPI Prof. Sunaryo Kartadinata memberikan isyarat sulitnya perguruan tinggi menjalankan operasionalisasi pendidikan. Apalagi, pada tahun depan, UPI dibebankan biaya operasional perawatan dan operasionalisasi gedung baru senilai Rp 400 miliar hasil pinjaman APBN dari Islamic Development Bank. Dari target biaya kuliah ( unit cost) ideal yang ditetapkan senilai Rp 18 juta per mahasiswa, UPI saat ini hanya sanggup memenuhi pada kisaran Rp 8 juta.


Artikel 4
Kuliah Lagi, Tak Melulu Demi Sertifikasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Raut wajah puluhan perempuan dan lelaki berusia 40 hingga 50-an tahun, yang duduk di bangku kayu berukuran dua orang, tampak serius mendengarkan paparan soal hukum pewarisan Mendel. Suasana hening sesekali pecah saat pengajar memancing peserta dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkait materi yang baru dipaparkan.
Meskipun usia tak terbilang muda lagi, puluhan guru yang kuliah atas inisiatif sendiri atau dikuliahkan pemerintah di Kabupaten Biak Nomfur, Papua, itu tetap bersemangat meraih gelar sarjana pendidikan. Selama empat semester atau dua tahun, guru-guru SD yang sudah kenyang dengan asam-manis jadi pendidik di Tanah Papua itu melakoni belajar secara mandiri, lalu beberapa kali tutorial atau kuliah tatap muka di Universitas Terbuka (UT) yang dipusatkan di SDN 1 Biak.
Keterbatasan sarana belajar karena umumnya hanya mengandalkan modul, tidak menghalangi mereka untuk terus belajar. Para tutor yang guru SMA bergelar sarjana pendidikan tetap bisa diandalkan untuk membantu proses itu.
Laban Rumbrapuh (52), Kepala SD YPK Bosnabraidi di Distrik Yawosi, setidaknya tiga kali seminggu menempuh jarak sekitar 60 kilometer untuk menghadiri kelas tutorial atau ujian. Perjalanan dua jam atau lebih itu tidak mudah karena taksi (angkutan umum) tidak selalu tersedia.
Namun, Laban, yang 27 tahun jadi guru, berusaha tidak absen dari jadwal bertatap muka dengan tutor (istilah dosen di UT). ”Pertemuan dengan tutor kan cuma 12 kali per semester. Selebihnya, belajar sendiri dari buku atau kaset atau VCD. Kadang-kadang materi yang sedang dipelajari semakin jelas jika dibahas secara langsung dengan tutor,” ujar Laban yang kuliah dengan beasiswa dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Biak.
Menurut Laban, mengingat usianya yang tak lagi muda, cukup sulit untuk bisa kembali ke bangku kuliah. Namun, kesempatan untuk kuliah lagi membuatnya bergairah untuk bisa belajar. ”Katanya untuk bisa ikut sertifikasi. Tetapi, buat saya ini kesempatan untuk meningkatkan diri,” kata Laban.
Elieser Wabiser (45), guru SD YPK Dwar, di Distrik Warsa, mengatakan, keinginan guru di daerah untuk pengembangan diri sangat kuat. Namun, tanpa difasilitasi pemerintah daerah, guru kesulitan untuk bisa terus mengembangkan diri.
”Untuk bisa sekolah S-1 lagi, misalnya, tidak mudah. Selain keuangan yang berat jika membiayai sendiri, di daerah terpencil tidak ada perguruan tinggi kependidikan. Kalau tidak dibukakan jalan oleh pemerintah, ya guru kesulitan. Untuk pelatihan lainnya juga biasanya kalau ada program dari pusat saja. Seringnya guru di kota yang dipilih,” kata Elieser.
Untuk bisa menjalani kuliah di UT yang fleksibel, tetapi guru tidak boleh sampai mengabaikan tugasnya, bukan hal mudah. Elieser terpaksa tidak penuh mengajar demi bisa mendapatkan taksi yang membawanya ke ibu kota. ”Pukul 11 saya sudah selesaikan mengajar supaya bisa ikut tutorial jam dua siang. Nanti, jam mengajar yang kurang diganti hari lain. Siswa belajar sampai sore,” kata Elieser yang 8 tahun jadi guru PNS.
Ada juga guru-guru yang mesti menyeberangi pulau, seperti di Padaido dan Numfor, agar bisa kuliah ke kota. Mereka kadang terhadang cuaca buruk.
”Guru-guru pasti ingin bisa meningkatkan kualitas dirinya supaya bisa menghasilkan anak-anak didik yang lebih baik. Tetapi, kesempatan mendapat pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan guru terbatas. Apalagi, di daerah yang jauh dari kota tidak mendapat banyak kesempatan,” kata Aqwila Musen, guru SD YPK Samber, Distrik Yendidori.
Elieser yang membiayai sendiri kuliahnya itu mempertanyakan, ”Setelah guru ramai-ramai dikuliahkan S-1, terus apa? Yang penting itu kan guru terus dibina secara berkelanjutan agar pengetahuannya tidak ketinggalan, terutama guru di daerah pedalaman atau terpencil.”
Tantangan Berat
Yusuf Slamet, Kepala Seksi Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Biak Nomfur, mengatakan tantangan meningkatkan kualifikasi akademik guru di daerah ini cukup berat. Baru sekitar 50 guru dari 3.000 guru SD bergelar sarjana pendidikan. ”Perkuliahan di UT cukup membantu karena penyelenggaraannya bisa disesuaikan keadaan di sini. Kami minta tutorial 12 kali dari pengajuan UT yang cuma delapan kali,” kata Yusuf.
Kondisi guru-guru di daerah yang minim dalam pengembangan diri tersebut sejalan dengan temuan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Independen 2008 yang dibentuk Konsorsium Sertifikasi Guru.
”Guru tidak bisa lagi diabaikan. Berbicara sol guru, tidak semata-mata soal peningkatan kesejahteraan. Peningkatan mutu mereka dalam pembelajaran juga sama pentingnya. Kondisi itu bisa dicapai dengan pelatihan yang berkesinambungan dan tanpa henti untuk semua guru, jadi jangan hanya untuk kepentingan sertifikasi. Para guru itu sebenarnya haus menimba ilmu yang terus berkembang,” kata Unifah Rosyidi, Ketua Tim Monev Independen 2008, sekaligus Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia.
Belajar Mandiri
Di tengah gencarnya pemerintah mewujudkan guru TK - SMA sederajat yang minimal berkualifikasi akademik D-IV/S-1, peran UT yang sejak 1984 bersifat terbuka dan jarak jauh menjadi cukup penting. Perguruan tinggi ini memiliki unit program belajar jarak jauh (UPBJJ) di tiap provinsi dan menyelenggarakan perkuliahan hingga ke kecamatan.
Jumlah mahasiswa aktif di UT per Agustus 2008, 522.960 orang, --sekitar 12 persen jumlah mahasiswa seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sebanyak 90 persen mahasiswa UT adalah guru, terutama guru SD.
M Atwi Suparman, Rektor Universitas Terbuka, mengatakan, belajar di UT harus siap belajar mandiri. Mereka dibekali bahan ajar seperti modul, audio visual, dan VCD yang didesain untuk bisa dipelajari sendiri, tidak bergantung kepada dosen atau tutor.
”Penggunaan internet untuk pembelajaran, registrasi, dan tutorial online sudah bisa diakses. Kendalanya, tidak semua daerah terjangkau internet dan tidak semua mahasiswa mampu menggunakan komputer,” katanya.
Tian Belawati, Pembantu Rektor I Bidang Akademik UT, menjelaskan, pemanfaatan internet sebagai sumber belajar masih rendah, terutama di kalangan mahasiswa yang bekerja sebagai guru. Baru sekitar 6.000 mahasiswa UT memanfaatkan tutorial online.


Artikel 5
Peran Perguruan Tinggi Penting


BANDUNG, RABU - Pemerintah optimistis mampu meraih laju pertumbuhan ekonomi (LPE) tahun 2009 sebesar 5,5 persen kendati berada dalam kondisi krisis global. Dua upaya utama yang dipersiapkan antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguatan ekonomi domestik.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) Paskah Suzetta menjelaskan realisasi pencapaian LPE nasional sampai akhir tahun lalu berkisar 6,1 persen . Sementara tingkat pengangguran berada pada posisi 15,4 persen.

"Tahun 2009, ditargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5 persen agar tingkat pengangguran bisa berkisar 9,3 persen," kata Paskah di Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (7/1) .

Untuk meraih target tersebut, pemerintah telah merencanakan stimulus penguatan yang telah disesuaikan dengan ketentuan presiden dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009. Stimulus yang akan dilakukan pemerintah, jelas Paskah, yakni penguatan ekonomi domestik dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pendidikan tinggi pun menjadi salah satu penentu. Alasannya, dalam konteks daya saing global, peranan pendidikan tinggi sangat penting dalam mendorong percepatan kemajuan bangsa.

Pemerintah sendiri mengambil strategi pengembangan dinamika pengembangan ekonomi global yang digerakan ilmu pengetahuan. Paskah mengatakan, strategi ini menempatkan pendidikan tinggi pada posisi yang strategis.

"Lulusan perguruan tinggi akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Inilah yang disebut knowledge driven economic growth," katanya.

Saat ini, pembangunan pendidikan nasional masih belum memadai untuk menghadapi persaingan global. Daya saing masih lemah dibandingkan negara lain. Salah satu indikatornya terlihat dari angka paritisipasi kasar (PT) pada jenjang perguruan tinggi yang pada 2007 hanya berkisar 17,25 persen . Padahal APK Thailand mencapai 42,7 persen, Malaysia 32,5 persen, dan Filipina 28,1 persen .

Mengacu pada World Compteitiveness Report 2007-2008, posisi Indonesia di ASEAN berada pada urutan keempat. Singapura berada di posisi pertama, Malaysia kedua, dan Thailand ketiga.

"Dalam konteks penguasaan iptek, Indonesia tergolong pada kelompok technology adaptor countries. Dengan kata lain baru bisa mengadopsi teknologi dan belum sampai pada tahapan implementasi. Pendidikan kita masih banyak yang masih harus diperbaiki," paparnya.

Paskah menyebutkan, pemerintah telah melakukan komitmen politik untuk memperkuat sektor pendidikan. Salah satunya dengan mengalokasikan 20 persen APBN 2009 untuk kegiatan pendidikan nasional.

Alokasi dana pendidikan pada tahun ini berkisar Rp 207,4 triliun. Dalam konteks pendidikan tinggi, penambahan alokasi pendidikan berfokus kepada peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan, serta peningkatan mutu pendidikan dan penelitian untuk memperkuat daya saing bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar